بسم الله الرحمن الرحيم
Pembaca yang budiman, salah satu bentuk kesyirikan yang harus kita hindari adalah bernadzar untuk selain Allah. Sebagaimana kita ketahui bahwa dosa syirik tidak diampuni oleh Allah. Orang yang berbuat syirik diharamkan masuk Surga dan kekal mendekam di dalam Neraka, karena itulah setiap muslim hendaknya berusaha menjaga lidahnya dengan sungguh-sungguh, agar tidak mengucapkan perkataan-perkataan yang dibenci Allah, diantaranya adalah nadzar untuk selain Allah yang akan dibahas berikut ini, insya Allah.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Mereka (orang-orang yang baik) menunaikan nadzar dan merasa takut akan suatu hari dimana ketika itu adzab merata di mana-mana” (QS. Al Insaan : 7). Nadzar adalah perbuatan seorang mukallaf (orang yang terbebani syari’at) yang mewajibkan dirinya sendiri untuk mengerjakan suatu ibadah karena Allah, baik nadzarnya dengan atau tanpa persyaratan tertentu. Di dalam ayat di atas Allah memuji orang-orang yang menunaikan nadzar. Ini menunjukkan bahwa menunaikan nadzar adalah perkara yang disukai Allah, dan tidaklah sesuatu itu disukai (Allah) kecuali sesuatu itu pasti disyari’atkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bernadzar untuk melakukan ketaatan maka hendaklah dia laksanakan ketaatan itu kepada-Nya” (HR. Bukhari) (Disarikan dari At Tamhiid hal. 158).
Nadzar muthlaq dan muqayyad
Nadzar ada dua macam : Muthlaq dan Muqayyad. Nadzar Muthlaq ialah apabila ada seorang yang mewajibkan dirinya sendiri untuk melaksanakan suatu ibadah kepada Alloh tanpa ada persyaratannya. Seperti contohnya dengan mengatakan, "Aku bernadzar kepada Allah akan sholat 2 raka’at". Nadzar jenis ini bukan termasuk nadzar yang dibenci Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan Nadzar Muqayyad ialah apabila ada seseorang yang mewajibkan dirinya sendiri untuk melaksanakan suatu ketaatan dengan syarat tertentu. Misalnya dengan mengatakan, "Apabila Allah menyembuhkan penyakitku, aku bernadzar kepada Allah akan menyedekahkan ini atau itu". Nadzar jenis inilah yang tidak disukai oleh Nabi sebagaimana dalam hadits beliau bersabda, “Sesungguhnya nadzar (seperti) itu tidak muncul kecuali dari orang yang bakhil/kikir” (HR. Bukhari dan Muslim) (Diringkas dari At Tamhiid hal. 159).
Bernadzar untuk selain Allah
Syaikhul Islam Abul Abbas Al Harrani rahimahullah mengatakan, “Adapun segala sesuatu yang dinadzarkan bukan untuk Allah, seperti bernadzar untuk berhala, matahari, bulan, kubur dan yang semacamnya maka hukumnya sebagaimana orang yang bersumpah dengan menyebut selain Allah berupa makhluk. Maka tidak boleh ditunaikan dan juga tidak ada kaffarah-nya. Begitulah hukum bagi orang yang bernadzar untuk makhluk, sesungguhnya keduanya adalah syirik. Dan syirik tidak memiliki sedikitpun nilai kehormatan. Wajib baginya untuk beristighfar/minta ampun kepada Allah Ta’ala dari dosanya dan mengucapkan bacaan sebagaimana yang diajarkan Nabi : La ilaha illallah (HR. Bukhari dan Muslim) (Fathul Majid hal. 152).
Bernadzar untuk selain Allah hukumnya syirik akbar. Nadzar adalah ibadah maka tidak boleh diarahkan kepada selain Allah. Apabila diarahkan kepada selain Allah maka itu syirik akbar. Sebab ibadah itu memiliki pengertian yang luas, yaitu segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun yang batin, dan nadzar termasuk di dalamnya (Al Qaul As-Sadiid, hal. 50).
Bertentangan dengan kalimat tauhid
Sesungguhnya kalimat tauhid la ilaha illallah menetapkan ibadah itu harus ditujukan hanya kepada Allah dan menolak beribadah kepada selain-Nya. Sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah Ta’ala, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisaa’ : 36). Inilah poros ajaran Islam yang keislaman seseorang tidak akan sah kalau keduanya tidak tergabung dalam dirinya. Lalu bagaimana mungkin seorang yang mengakui Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung, satu-satunya Dzat yang menguasai segala urusan kemudian menujukan salah satu bentuk ibadah (yaitu nadzar) kepada selain-Nya. Bukankah hal ini jelas-jelas bertentangan dengan syahadat yang diucapkannya ?
Orang yang bernadzar kepada selain Allah pada hakikatnya telah menggantungkan harapan dan kekhawatirannya kepada selain-Nya, padahal sebenarnya dia menyadari kalau Allah menghendaki maka hal itu pasti terjadi, dan kalau saja Allah tidak menghendaki maka pasti tidak terjadi. Dan tidak ada yang mampu menghalangi anugerah-Nya ataupun memaksa Allah untuk memberikan apa yang sudah dihalangi-Nya. Maka mengesakan Allah dalam hal niat itulah hakikat tauhid ibadah. Apabila ibadah itu diperuntukkan selain Allah ia akan berubah menjadi kesyirikan terhadap Allah, karena dia telah berpaling kepada selain Allah dalam perkara yang diharapkan atau yang dikhawatirkan akan menimpanya, sehingga dia telah menjadikannya sekutu bagi Allah dalam masalah ibadah…(Fathul Majid hal. 153). Renungkanlah hal ini baik-baik, betapa banyak orang yang mengucapkan la ilaha illallah sementara dia tidak sadar kalau ternyata gerak-gerik hati dan jasadnya selama ini bertentangan dengan kalimat tauhid yang diucapkannya, na’udzu billahi min dzalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar